Rabu, 08 Juni 2016

ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYAAN KEBIDANAN DAN KESEHATAN




 ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN DAN KESEHATAN


 A.  Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Pra Perkawinan

Pada masyarakat indonesia banyak sekali budaya yang ada, dan masih banyak sekali para masyarakat masih meninggikan budaya mereka dan percaya dengan mitos. Pada perkawinan terjadi beberapa tahap terlebih dahulu sebelum menginjak ke jenjang pernikaha, di sini tahap-tahapnya adalah perkenalan satu sama lain dan keluarga masing-masing atau tahap pacaran, kemudian terjadi pinangan atau lamaran, bila sudah terlaksana itu pasti akan meningkat kejenjang pernikah, setelah itu masih banyak tahap yang perlu di lalui, lebih mengarah ke perkenalan lebih lanjut, saling menerima dan mengti atas kekurangan masing-masing, saling melengkapi kenyataan kekurangan dan peredaan yang nyata terlihat setelah memasuki jenjang pernikahan, bila mereka dapat melalu semua kenyataan tersebut maka mereka akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya.
Selain itu bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra nikah dimana masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh. Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia sangat muda.

B. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Perkawinan

Pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak  peningkatan kesehatan ibu dan anak.      
Fakta-fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi - konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab - akibat antara makanan kondisi sehat - sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya pada dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan  mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jawa Barat ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan, Masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.

C.  Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kehamilan

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini membuat ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

D.  Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir (BBL)

Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu, seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga  masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu, Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Sebenarnya, kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan. Disini peran bidan sangat diperlukan dalam memberikan informasi yang tepat untuk mempersiapkan mental dan fisik ibu hamil dalam menghadapi pesalinan dan pasca persalinan.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan.
Kuranganya pengetahuan dan ilmu menyebabkan salah kaprah dalam menyikapi kesehatan ibu dan bayi, meraka tidak mementingkan kebutuhan nutrisi dan vitamin serta gizi meraka  tidak tahu  tentang suatu ancaman bahaya yang mengintai mereka sehingga menyebabkan kematian pada ibu dan bayi, kasus lain sering di temukan pada bayu baru lahir. Mereka memperlakukan bayi baru lahir dengan setidak mana mestinya, karena mereka masih berpegang teguh dengan mitos dan kurangannya pengetahuan.


E.  Contoh Aspek Soisal Budaya Yang Berkaitan Dengan Praperkawinan, Perkawinan, Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan Bayi Baru Lahir (BBL)


1.    Adanya tahap ta’aruf sebelum menikah,
2.    Melakukan pacaran setelah pernikahan,
3.    Sebelum hari pernikahan mempelai wanita di culik terlebih dahulu oleh calon                   prianya,
4.    Sebelum pernikahan para calon pengantin tidak boleh pergi kemana-mana,
5.    Mas kawin atau srah-srahan dalam pernikahan seorang laki-laki harus banyak,  menunjukan bahwa dia mampu menghidupi sang istri,
6.    Pada saat hamil ketika keluar malam harus membawa  gunting atau pisau kecil,  tidak di ganggu oleh makhluk halus,
7.    Ada kepercayaan kalau pada saat hamil perutnya bulat, berati bayi perempuan,
8.    Minum jamu pada saat hamil, akan membuwat ibu dan bayinya sehat,
9.     Pada saat hamil tidak boleh menyakui telor, di percaya pada saat persalinan     akan sulit atau di kenal istilah “bebelen”,
10.  Wanita hamil tidak boleh makan buah nanas dan duren, karen bisa  menyebabkan keguguran,
11.  Saat hamil tidak boleh membicarakan orang lain tentang kejelekannya karna  berbalik pada anak yang di kandungnya,
12.  Saat hamil juga di larang untuk membangun rumah,karena bisa membuat      JANINyang di kandung keguguran,
13.   Ketika hamil tidak boleh menyakui sesuatu yang kemudian di diamkan di kantong secara lama dan tidak di ambil dan mengusap minyak sembarangan d bagian tubuh ,karena menyebabkan adanya toh (tanda lahir) yang banyak di seluruh tubuh,
14.  Pada saat hamil tidak boleh mengkonsumsi santan,karena manyebabkan bayinya kotor,
15.  Pada saat upacara jutuh bulan seorang ibu membuat rujak buah, katanya kalau rasa rujaknya itu enak anaknya cewek, kalau tidak enak berarti anaknya cowok,
16.  Kemudian ada ritual suami pecah kelapa, jika pecahanya lurus dan pas  ANAKcowok, tapi kalau melenceng anaknya cewek,
17.   Pada saat pitonan di adakan pengajian yang di beri nama ” berjanjen” (Sejenis pembacaan solawat-solawat, dan membaca ayat-ayat suci),
18.   Pada saat kakinya sakit atau pegal-pegal di suruh memberi air ludah pertama setelah bangun tidur, sebelum turun dari tempat tidur,
19.   Sebelum persalinan ibunya tidak boleh tidur dan harus berjalan-jalan sampai pembukaan lengkap,
20.   Setelah persalinan ibu di larang tidur,
21.   Ketika masa nifas harus minum ramuan-ramuan agar darahnya tidak bau amis.
22.   Sebelum persalinan meminum minyak kelapa agar mudah untukpersalinan,
23.  Pada masa nifas ibu pantangan memakan makanan yang pedas, karena menyebabkan ASI nya juga pedas,
24.   Bayi baru lahir di bedakin tepung kanji agar rambut kecil di tubuh atau lanugo hilang.
25.  Bayi baru lahir tidak boleh di bawa jauh keluar rumah sebelum 40 hari,karan di takutkan terkena penyakit orang lain dan di ganggu mahluk halus,
26.  Menggunting bulu mata bayi agar bisa lentik,
27.  Bayi  di pakaikan  gurita  agar perutnya kecil dan tidak kembung,
28.  Ketika memasuki azan magrib, bayi harus di gendong atau di pangku, agar              bayi tidak menangis di ganggu roh jahat,
 29. Jika anak demam,pasti di bawa ke dukun untuk dalam istilahnya “ di   suwok”,
30.   Ketika anak demam di kompres menggunakan parutan ketimun,
31.   Jika masuk angin di kerokin menggunakan bawang merah,
32.   Pada saat anak mengalami gangguan nafas seperti nafasnya susah atau     mengalami gangguan seperti ada suara wheezing dan ronkhi di obati menggunakan darah haid ibunya dengan cara dalam istilahnya “di cekokin”,
33.  Jika anak terkena flu, kepalanya di beri bawang merah yang di haluskan,
34.  Kalau anak terkena step (kejang) di beri setetes kopi.

F.  Pandangan Agama Yang Berhubungan Dengan Praktik Kebidanan


1.    Keluarga Berencana
Pandangan agama islam terhadap pelayanan keluarga berencana. Ada dua pendapat mengenai hal tersebut yaitu memperbolehkan dan melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa yang mengatakan penggunaan alat kontrasepsi itu adalah berlawanan dengan takdir/kehendak Allah.

Pandangan agama yang memperbolehkan pemakaian alat kontrasepsi IUD:

     Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan kehamilan.
Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak kehamilan sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga dengan baik.
     Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan.
Jika didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya sangat merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan memberikan rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga.

Pandangan agama yang melarang pemakaian kontrasepsi IUD :
     Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi.
     Mekanisme IUD belum jelas, karena IUD dalam rahim tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani masih dapat masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan).
     Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan selama masih ada obat-obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan dan pengontrolan IUD harus dilakukan dengan melihat aurat wanita.

2.    Khitan Pada Perempuan

Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “ yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut khafd. Sedangkan istilah secara internasional sunat perempuan adalah Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).
Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis. Pemotongan atau pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak ada indikasi medis untuk mendasarinya. Seorang bidan di Jawa Barat pernah mengulas tentang hal ini karena menemukan bekas-bekasnya pada pasiennya. Kenyataannya memang ada kelompok yang meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan bahkan di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Sedangkan dalam pembahasannya mengenai khitan untuk perempuan para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya seperti halnya Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat Khitan juga wajib bagi anak perempuan, adapun sebagian besar ulama seperti mahzab Hanafi, Al-Maliky, Hambali berpendapat Khitan disyariatkan dan disunnahkan bagi perempuan. Serta sebagaimana yang telah disabdakan NabiyuAllah Muhammad SAW, dalam sebuah Hadist riwayat al-Zuhri:
“ Barang siapa yang masuk Islam, maka wajib baginya berkhitan walaupun ia sudah dewasa.”
 
Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan:

WHO membedakan alasan pelaksanaan FGC menjadi 5 kelompok, yaitu:
1.    Psikoseksual
Diharapkan pemotongan klitoris akan mengurangi libido pada perempuan, mengurangi/menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan sebelum menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi laki-laki. Terdapat juga pendapat sebaliknya yang yakin bahwa sunat perempuan akan meningkatkan libido sehingga akan lebih menyenangkan suami.
2.    Sosiologi
Melanjutkan tradisi, menghilangkan hambatan atau kesialan bawaan, masa  pubertas atau wanita dewasa, perekat sosial, lebih terhormat.
3.    Hygiene dan estetik
Organ genitalia eksternal dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, jadi sunat dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.
4.    Mitos
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak.
5.    Agama
Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadah lebih diterima.

Peran Petugas Kesehatan (Bidan)/ Pemerintah

Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam sebuah praktek kebidanan tidak sedikit hambatan dalam melaksanakanya terutama pada masyarakat plosok desa dan yang masih menjunjung tinggi budaya dan mitos mereka. Kita sebagai tenaga kesehatan bidan, harus bisa melakukan pendekatan kepada masyaratnya agar tidak salah kaprah tentang mitos-mitos yang di percayai oleh mereka. Banyak akses untuk melakukan pendekatan sosial budaya dalam praktek kebidanan terhadap orang awam, sehingga yang di inginkan orang-orang awam lebih tahu tentang masalah lingkup kehatan, terutama keshatan untuk dirinya sendri, yang di harapkan bisa mencegah atau mengobati penyakit pada dirinya sendri untuk penyakit tipe ringan, seperti demam.

Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1.  Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2.  Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3.    Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4.    Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5.    Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6.    Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7.    Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.

Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam Permenkes, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
1.    Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2.    Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3.    Mempelajari data penduduk yang meliputi:
-    Jenis kelamin
-    Umur
-    Mata pencaharian
-    Pendidikan
-    Agama
4.    Mempelajari peta desa
5.    Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.

Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.

Contoh-Contoh Lain  Pendekatan Sosial Budaya Dalam Praktek Kebidanan:
●    Pendekatan melalui masing-masing keluarga, jadi setiap keluarga di lakukan pendekatan
●    Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya sendiri, mungkin cara ini lebih efektif
●    Sering melakukan penyuluhan di setiap PKK atau RT tentang masalah dan menanggulangi  masalah kesehatan
●    Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat tersebut, kemudian kalau sudah memahami, kita mulai melakukan pendekatan secara perlahan-lahan
●    Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka, sehinnga kita menciptakan asumsi yang baru kepada mereka, tapi cara ini banyak tidak mendapatkan respon positive

Contoh yang harus di lakukan pemerintah sebagai penunjang:

●    Membangun sarana kesehatan di setiap desa, seperti puskesmas, polindes, atau poliklinik
●    Menyediakan tenaga kesehatan yang berkompeten dan memadai
●    Fasilitas yang ada dalam sarana kesehatan harus memadai dan lengkap
●    Lebih sering di adakan penyuluhan tentang kesehatan kepada masyarakat
●    Menyediakan pelayanan kesehatan untuk orang yang tidak mampu seperti jamkes mas, jampersal, dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar