ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
DAN KESEHATAN
A. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Pra Perkawinan
Pada
masyarakat indonesia banyak sekali budaya yang ada, dan masih banyak sekali
para masyarakat masih meninggikan budaya mereka dan percaya dengan mitos. Pada
perkawinan terjadi beberapa tahap terlebih dahulu sebelum menginjak ke jenjang
pernikaha, di sini tahap-tahapnya adalah perkenalan satu sama lain dan keluarga
masing-masing atau tahap pacaran, kemudian terjadi pinangan atau lamaran, bila
sudah terlaksana itu pasti akan meningkat kejenjang pernikah, setelah itu masih
banyak tahap yang perlu di lalui, lebih mengarah ke perkenalan lebih lanjut,
saling menerima dan mengti atas kekurangan masing-masing, saling melengkapi
kenyataan kekurangan dan peredaan yang nyata terlihat setelah memasuki jenjang
pernikahan, bila mereka dapat melalu semua kenyataan tersebut maka mereka akan
menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Pelayanan
kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja wanita
yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada
para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan
mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan
persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.
Promosi
kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujukan pada
masyarakat reproduktip pranikah. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis
diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja
perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu
yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan
konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan
diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja.
Pemeriksaan
kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan
tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan para
remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka
tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan
tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk
menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya.
Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara teratur
harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita AIDS harus
menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Upaya pemeliharaan kesehatan
bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok atau kumpulan para
remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya.
Selain itu
bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra nikah
dimana masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di
Indonesia. Pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara
ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah
sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas
untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh. Sedangkan bagi perempuan,
menikah artinya harus siap hamil pada usia sangat muda.
B. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Perkawinan
Pembinaan
yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar
peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan
bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.
Peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan
pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan
untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang
tidak peningkatan kesehatan ibu dan
anak.
Fakta-fakta
kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi - konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab - akibat antara makanan kondisi sehat -
sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif
maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya pada
dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup
besar. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena
akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Jawa Barat ibu yang kehamilannya
memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang
dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan, Masyarakat Betawi berlaku pantangan
makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI
menjadi asin. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan
membuat ibu dan anak kurang gizi.
C. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kehamilan
Perawatan
kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan
bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di
berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap
kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak
perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan ke
bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu
(Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu
peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama
hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan
bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu
mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah
mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak
diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya
gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan
orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh
roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan
menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada
kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam
kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8
bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk
kehidupan.
Permasalahan
lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini
disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap
beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang
ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada
wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Beberapa
kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging
karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah
di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di
masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan
kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Hal ini membuat ibunya
kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini
sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
D. Aspek Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan
Persalinan, Nifas, Dan Bayi Baru Lahir (BBL)
Memasuki
masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena
segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan
kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada
tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan,
keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong
persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Tingginya
angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial
budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa
yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang
masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah
penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang
kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat
kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih
rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut
yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong
kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai
dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu, seperti
"ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar
persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus
untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu
duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam
yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada
masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga masa pasca persalinan. Pantangan ataupun
anjuran ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya,
ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI,
ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan
bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak
untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu, Misalnya mengurut perut
yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula, memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk
membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan atau memberi
jamu tertentu untuk memperkuat tubuh.
Sebenarnya,
kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor
fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar
bayi. Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama
kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya
jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap bisa
mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan. Disini peran bidan sangat
diperlukan dalam memberikan informasi yang tepat untuk mempersiapkan mental dan
fisik ibu hamil dalam menghadapi pesalinan dan pasca persalinan.
Secara medis
penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani
secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses
persalinan.
Kuranganya
pengetahuan dan ilmu menyebabkan salah kaprah dalam menyikapi kesehatan ibu dan
bayi, meraka tidak mementingkan kebutuhan nutrisi dan vitamin serta gizi
meraka tidak tahu tentang suatu
ancaman bahaya yang mengintai mereka sehingga menyebabkan kematian pada ibu dan
bayi, kasus lain sering di temukan pada bayu baru lahir. Mereka memperlakukan
bayi baru lahir dengan setidak mana mestinya, karena mereka masih berpegang
teguh dengan mitos dan kurangannya pengetahuan.
E. Contoh Aspek Soisal Budaya Yang Berkaitan
Dengan Praperkawinan, Perkawinan, Kehamilan, Persalinan, Nifas Dan Bayi Baru
Lahir (BBL)
1.
Adanya tahap ta’aruf sebelum menikah,
2. Melakukan pacaran setelah pernikahan,
3. Sebelum hari pernikahan mempelai
wanita di culik terlebih dahulu oleh calon prianya,
4. Sebelum pernikahan para calon
pengantin tidak boleh pergi kemana-mana,
5.
Mas kawin atau srah-srahan dalam pernikahan seorang laki-laki harus
banyak, menunjukan bahwa dia mampu
menghidupi sang istri,
6.
Pada saat hamil ketika keluar malam harus membawa gunting atau
pisau kecil, tidak di ganggu oleh
makhluk halus,
7. Ada
kepercayaan kalau pada saat hamil perutnya bulat, berati bayi perempuan,
8. Minum jamu pada saat hamil, akan
membuwat ibu dan bayinya sehat,
9.
Pada saat hamil tidak boleh
menyakui telor, di percaya pada saat persalinan akan sulit atau di kenal istilah “bebelen”,
10. Wanita
hamil tidak boleh makan buah nanas dan duren, karen bisa menyebabkan keguguran,
11.
Saat hamil tidak boleh membicarakan orang lain tentang kejelekannya
karna berbalik pada anak yang di
kandungnya,
12. Saat
hamil juga di larang untuk membangun rumah,karena bisa membuat JANINyang di kandung keguguran,
13. Ketika
hamil tidak boleh menyakui sesuatu yang kemudian di diamkan di kantong secara
lama dan tidak di ambil dan mengusap minyak sembarangan d bagian tubuh ,karena
menyebabkan adanya toh (tanda lahir) yang banyak di seluruh tubuh,
14. Pada
saat hamil tidak boleh mengkonsumsi santan,karena manyebabkan bayinya kotor,
15. Pada
saat upacara jutuh bulan seorang ibu membuat rujak buah, katanya kalau rasa
rujaknya itu enak anaknya cewek, kalau tidak enak berarti anaknya cowok,
16. Kemudian
ada ritual suami pecah kelapa, jika pecahanya lurus dan pas ANAKcowok, tapi kalau melenceng anaknya
cewek,
17.
Pada saat pitonan di adakan pengajian yang di beri nama ” berjanjen” (Sejenis
pembacaan solawat-solawat, dan membaca ayat-ayat suci),
18. Pada
saat kakinya sakit atau pegal-pegal di suruh memberi air ludah pertama setelah
bangun tidur, sebelum turun dari tempat tidur,
19. Sebelum
persalinan ibunya tidak boleh tidur dan harus berjalan-jalan sampai pembukaan
lengkap,
20. Setelah
persalinan ibu di larang tidur,
21. Ketika
masa nifas harus minum ramuan-ramuan agar darahnya tidak bau amis.
22. Sebelum
persalinan meminum minyak kelapa agar mudah untukpersalinan,
23. Pada
masa nifas ibu pantangan memakan makanan yang pedas, karena menyebabkan ASI nya
juga pedas,
24. Bayi
baru lahir di bedakin tepung kanji agar rambut kecil di tubuh atau lanugo
hilang.
25. Bayi
baru lahir tidak boleh di bawa jauh keluar rumah sebelum 40 hari,karan di
takutkan terkena penyakit orang lain dan di ganggu mahluk halus,
26. Menggunting
bulu mata bayi agar bisa lentik,
27. Bayi
di pakaikan gurita agar perutnya kecil dan tidak kembung,
28. Ketika
memasuki azan magrib, bayi harus di gendong atau di pangku, agar bayi tidak menangis di ganggu roh jahat,
29. Jika anak demam,pasti di bawa ke
dukun untuk dalam istilahnya “ di suwok”,
30. Ketika anak demam di kompres
menggunakan parutan ketimun,
31. Jika masuk angin di kerokin
menggunakan bawang merah,
32. Pada
saat anak mengalami gangguan nafas seperti nafasnya susah atau mengalami gangguan seperti ada suara
wheezing dan ronkhi di obati menggunakan darah haid ibunya dengan cara dalam
istilahnya “di cekokin”,
33. Jika anak terkena flu, kepalanya di beri
bawang merah yang di haluskan,
34. Kalau anak terkena step (kejang) di
beri setetes kopi.
F. Pandangan Agama Yang Berhubungan Dengan Praktik Kebidanan
1. Keluarga Berencana
Pandangan agama islam terhadap pelayanan keluarga
berencana. Ada dua pendapat mengenai hal tersebut yaitu memperbolehkan dan
melarang penggunaan alat kontrasepsi. Karena ada beberapa yang mengatakan
penggunaan alat kontrasepsi itu adalah berlawanan dengan takdir/kehendak Allah.
Pandangan agama yang memperbolehkan pemakaian alat kontrasepsi IUD:
Pemakaian IUD bertujuan menjarangkan kehamilan.
Dengan menggunakan kontrasepsi tersebut keluarga dapat merencanakan jarak
kehamilan sehingga ibu tersebut dapat menjaga kesehatan ibu, anak dan keluarga
dengan baik.
Pemakaian IUD bertujuan menghentikan kehamilan.
Jika didalam suatu keluarga memiliki jumlah anak yang banyak, tentunya
sangat merepotkan dan membebani perekonomian keluarga. Selain itu bertujuan
memberikan rasa aman kepada ibu. Karena persalinan dengan factor resiko/resiko
tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa ibu. Agar ibu dapat beristirahat waktu
keseharian ibu tidak hanya digunakan untuk mengurusi anak dan keluarga.
Pandangan agama yang melarang pemakaian kontrasepsi IUD :
Pemakaian IUD bersifat aborsi, bukan kontrasepsi.
Mekanisme IUD belum jelas, karena IUD dalam rahim
tidak menghalangi pembuahan sel telur bahkan adanya IUD sel mani masih dapat
masuk dan dapat membuahi sel telur (masih ada kegagalan).
Pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dibenarkan
selama masih ada obat-obatan dan alat lainnya. Selain itu pada waktu pemasangan
dan pengontrolan IUD harus dilakukan dengan melihat aurat wanita.
2. Khitan Pada Perempuan
Khitan secara bahasa diambil dari kata “ khotana “
yang berarti memotong. Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang
menutupi ujung zakar, sehingga menjadi terbuka. Sedangkan khitan bagi perempuan
adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung klitoris (preputium
clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau gumpalan
jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan
perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan
disebut khafd. Sedangkan istilah secara internasional sunat perempuan adalah
Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC).
Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis. Pemotongan atau
pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak
ada indikasi medis untuk mendasarinya. Seorang bidan di Jawa Barat pernah
mengulas tentang hal ini karena menemukan bekas-bekasnya pada pasiennya.
Kenyataannya memang ada kelompok yang meyakini bahwa anak perempuan pun diwajibkan
bahkan di pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Sedangkan dalam pembahasannya mengenai khitan untuk perempuan para ulama
berbeda pendapat dalam menghukuminya seperti halnya Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad berpendapat Khitan juga wajib bagi anak perempuan, adapun sebagian besar
ulama seperti mahzab Hanafi, Al-Maliky, Hambali berpendapat Khitan disyariatkan
dan disunnahkan bagi perempuan. Serta sebagaimana yang telah disabdakan
NabiyuAllah Muhammad SAW, dalam sebuah Hadist riwayat al-Zuhri:
“ Barang siapa yang masuk Islam, maka wajib baginya berkhitan walaupun ia
sudah dewasa.”
Alasan Pelaksanaan Sunat Perempuan:
WHO membedakan
alasan pelaksanaan FGC menjadi 5 kelompok, yaitu:
1. Psikoseksual
Diharapkan
pemotongan klitoris akan mengurangi libido pada perempuan,
mengurangi/menghentikan masturbasi, menjaga kesucian dan keperawanan sebelum
menikah, kesetiaan sebagai istri, dan meningkatkan kepuasan seksual bagi
laki-laki. Terdapat juga pendapat sebaliknya yang yakin bahwa sunat perempuan
akan meningkatkan libido sehingga akan lebih menyenangkan suami.
2. Sosiologi
Melanjutkan
tradisi, menghilangkan hambatan atau kesialan bawaan, masa pubertas atau wanita dewasa, perekat sosial,
lebih terhormat.
3. Hygiene dan estetik
Organ
genitalia eksternal dianggap kotor dan tidak bagus bentuknya, jadi sunat
dilakukan untuk meningkatkan kebersihan dan keindahan.
4. Mitos
Meningkatkan kesuburan dan daya tahan anak.
5. Agama
Dianggap sebagai perintah agama, agar ibadah lebih
diterima.
Peran Petugas Kesehatan (Bidan)/ Pemerintah
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan
masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status
kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya,
berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir,
anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang
cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam sebuah praktek kebidanan tidak sedikit hambatan dalam melaksanakanya
terutama pada masyarakat plosok desa dan yang masih menjunjung tinggi budaya
dan mitos mereka. Kita sebagai tenaga kesehatan bidan, harus bisa melakukan
pendekatan kepada masyaratnya agar tidak salah kaprah tentang mitos-mitos yang
di percayai oleh mereka. Banyak akses untuk melakukan pendekatan sosial budaya
dalam praktek kebidanan terhadap orang awam, sehingga yang di inginkan
orang-orang awam lebih tahu tentang masalah lingkup kehatan, terutama keshatan
untuk dirinya sendri, yang di harapkan bisa mencegah atau mengobati penyakit
pada dirinya sendri untuk penyakit tipe ringan, seperti demam.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah
sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah,
mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis
kontrasepsi.
2. Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang
kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan
permasalahan kesehatan setempat.
3. Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader
serta dukun bayi.
4. Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5. Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral,
dan lembaga swadaya masyarakat.
6. Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke
fasilitas kesehatan lainnya.
7. Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi
pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha
mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu
diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan
aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam Permenkes, serta sistem pemerintahan
desa dengan cara:
1. Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa
yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta
mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2. Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK,
LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan
lain-lain.
3. Mempelajari data penduduk yang meliputi:
- Jenis kelamin
- Umur
- Mata pencaharian
- Pendidikan
- Agama
4. Mempelajari peta desa
5. Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis
kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif,
bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu
kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang
pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari
bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut,
yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat
istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa,
kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Dengan kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat
berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan
melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan
tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui
pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal
pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
Contoh-Contoh Lain Pendekatan Sosial Budaya
Dalam Praktek Kebidanan:
● Pendekatan melalui masing-masing keluarga, jadi setiap
keluarga di lakukan pendekatan
● Pendekatan melalui langsung pada setiap individunya
sendiri, mungkin cara ini lebih efektif
● Sering melakukan penyuluhan di setiap PKK atau RT
tentang masalah dan menanggulangi masalah kesehatan
● Mengikuti arus sosial budaya yang ada dalam masyarakat
tersebut, kemudian kalau sudah memahami, kita mulai melakukan pendekatan secara
perlahan-lahan
● Melawan arus dalam kehidupan sosial budaya mereka,
sehinnga kita menciptakan asumsi yang baru kepada mereka, tapi cara ini banyak
tidak mendapatkan respon positive
Contoh yang harus di lakukan pemerintah sebagai
penunjang:
● Membangun sarana kesehatan di setiap desa, seperti
puskesmas, polindes, atau poliklinik
● Menyediakan tenaga kesehatan yang berkompeten dan
memadai
● Fasilitas yang ada dalam sarana kesehatan harus memadai
dan lengkap
● Lebih sering di adakan penyuluhan tentang kesehatan
kepada masyarakat
● Menyediakan pelayanan kesehatan untuk orang yang tidak
mampu seperti jamkes mas, jampersal, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar