Jumat, 13 Mei 2016

Perdarahan Post Partum



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1    Perdarahan Post Partum
2.1.1 Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi segera setelah persalinan melebihi 500 cc setelah anak lahir.Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesedah lahirnya plasenta.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
a)      Perdarahan post partum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
b)      Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah persalinan.
2.2    Penyebab Perdarahan Post Partum
2.2.1    Atonia Uteri 
A.     Defenisi
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
B.     Faktor predisposisinya:
a.       Regangan rahim berlebihan yang diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b.      Kehamilan grande multipara
c.       Kelelahan persalinan lama
d.      Ibu dengan anemis atau menderita penyakit menahun
e.       Infeksi intra uterin
f.       Mioma uteri
g.      Ada riwayat atonia uteri

C.     Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

D.    Penatalaksanaaan
a)      Pemijatan uterus
b)      Oksitosin dapat diberikan
c)      Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan terus berlangsung, memastikan plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.
d)     Kegagalan terbentuknya pembekuan darah setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung kompresi bimanual internal atau kompresi aorta abdominalis.
e)      Jika perdarahan masih berlangsung setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri uterina dan ovarika, histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa.
2.2.2    Inversio uteri
A.    Defenisi
                  Inversio uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
B.     Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan dapat terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya disebabkan karena plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah atau karena adanya tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede) atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan bersin).
Inversio uteri dapat dibagi :
a.       Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
b.      Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c.       Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

C.     Diagnosis
a.         Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan banyak bisa juga terjadi syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang telepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
b.        Pada pemeriksaan dalam Bila masih dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

D.    Penatalaksanaan
a.         Memanggil bantuan anestesi dan memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat.
b.        Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
c.         Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau I.M tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tanagan operator baru dilepaskan.
d.        Pemberian antibiotika dan transfusi darah sesuai dengan kebutuhan.
e.         Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan servika yang keras menyebabkan manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa dilakukan histerektomi jika uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
           
2.2.3    Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di uterus disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer dan (lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segeran melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anaemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.

2.3       Perdarahan akibat trauma jalan lahir
2.3.1    Ruptura uteri
Gejala klinik seperti ada terputus diikuti syok perdarahan intra abdominal, janin atau plasenta terlempar ke kavum abdominalis, terjadi asfiksi, segera diikuti dengan kematian. Terapinya adalah mempersiapkan infus transfusi darah, antibiotika adekuat dan anti peritika, laparotomi setelah keadaan umum optimal, tujuannya histerektomi dan meneluarkan janin dan plasenta, histerorafi untuk luka bersih atau baru dan masih ingin punya anak.

2.3.2    Ruptura serviks
Gejala klinik kontraksi uterus baik, tetapi perdarahan terus – menerus, darah segar dan merah, perlukaan dapat diraba dengan 2 jari untuk menetukan letak rupturnya. Terapinya adalah ruptura serviks ditarik keluar sehingga tampak jelas, ruptura serviks dijahit kembali tanpa melibatkan endoserviks, untuk memastikan kesembuhan dan menghentikan perdarahan dapat dipasang tampon vaginal selama 24 jam.
2.3.3    Hematoma
Terjadi hematoma pada retroperitoneal, menuju parametrium, menuju ligamentum latum, sekitar vesika urinaria, vagina, vulva, dan perineum. Diagnosisnya adalah nyeri yang semakin meningkat sekitar segmen perut bagian bawah, keadaan umum makin memburuk atau menurun, anemis, nadi meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan pervaginam tidak terlalu banyak. Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam sekitar parametrium, retroperineal, perlu dilakukan laparotomi, untuk mencari dan menghentikan sumber perdarahan, hematoma sekitar vagina, vulva, dan perineum perlu dilakukan evaluasi untuk mencari sumber dan menghentika perdarahannya, hematoma kecil pada vulva mungkin dapat diabsorbsi.

2.3.4    Perlukaan vagina, vulva dan perineum
Evaluasi sumber perdarahannya dilakukan dengan pemeriksaan fisik dean inspekulo, dengan spekulum jelas tampak sumber luka dan perdarahannya. Terapinya adalah sumber perlukaan dijahit kembali sehingga dapat menghentika perdarahan, menghindari infeksi, mengembalikan fungsinya sebagai alat reproduksi.
2.3.5    Episiotomi
Perlukaan perineum yang sengaja dilakukan untuk memperluas jalan lahir lunak, dapat terjadi perluasan luka yang lebih dalam, menjadi sumber perdarahan dan infeksi. Terapinya adalah luka episiotomi harus dijahit kembali untuk mengembalikan fungsi alat reproduksi dan menghilangkan sumber perdarahannya, mengurangi sebanyak mungkin infeksi.

2.3.6    Trauma lain
Ruptura vesika urinaria, diagnosanya nyeri diatas simfisis, urine berdarah, simfisiolisis diagnosanya nyeri pada persendian simfisis pubis. Terapinya simfisolisis konservatif dengan jalan mengikat bokong sekuatnya sehingga simfisis mendekat dan akan sembuh sendiri. Profilaksis untuk kehamilan selanjutnya harus operasi.
2.3.7    Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Hal ini dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya.Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protrombin dan PPT (partial tromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid).

2.4       Komplikasi
a.         Syok hipovolemik
b.        Mudah terjadi komplikasi infeksi terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma jalan lahir.
c.         Sindroma Sheehan:
1)      Terjadi atropi dan nekrosis dari master of gland, kelenjar hipofisis dengan berbagai tingkatannya.
2)      Gambaran gejala penuh digambarkan pertama kali oleh Sheehan dan Murdoch 1938, yaitu amenorea, gagal memberikan laktasi karena payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda seksual sekunder pada pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme, insufisiensi kelenjar adrenal.
3)      Patogenesisnya tidak diketahui dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam sekresi hormon tropik pada kelenjar sehingga mengalami gangguan.
4)      Gangguan klinik sesuai dengan fungsi hormonalnya.
Sindroma Sheehan dapat terjadi pada perdarahan antepartum dan postpartum, Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi dan nekrosis sel tertentu pada master of gland Hipophise sehingga pengeluaran hormon tropik terganggu. Anemia berkepanjangan terjadi gangguan untuk dapat pulih kembali, memerluka waktu yang panjang.

2.4.1    Pencegahan
a.         Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
b.        Mengenal faktor predisposisi perdarahan post partum seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar, hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan post partum sebelumnya dan kehamilan predisposisi tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
c.         Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam.
d.        Kehamilan risiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
e.         Kehamilan risiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.
f.         Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan post partum dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

2.5       Faktor Predisposisi Perdarahan Postpartum
Faktor yang mempengaruhi perdarahan post partum adalah :
1.      Usia
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.

2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum dan post partum.

5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.

6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi dengan baik.

2.6       Kerangka Kerja
Kecil kemungkinan untuk mengetahui riwayat persalinan ibu secara rinci, sedangkan bayi makrosomia dan kehamilan ganda dinilai sedikit jumlahnya, disamping itu juga terdapat keterbatasan waktu penelitian, sehingga diperoleh kerangka konsep sebagai berikut :
INPUT                                   PROSES                                OUTPUT
Faktor
1.Usia
2.Anemia
3.Paritas



Kerangka Kerja Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum di RSU.Muhammadiyah Sumatra Utara Tahun 2013.
Dari kerangka konsep diatas dapat dilihat bahwa objek yang di teliti adalah factor-faktor penyebab perdarahan post partum yang meliputi usia,paritas dan anemia di RSU.Muhammadiyah Sumatra Utara tahun 2013.
BAB  III
METODE PENELITIAN
3.1          Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam populasi tertentu. (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini  hanya menjelaskan atau menguraikan tentang Faktor-Faktor Penyebab Perdarahan Postpartum Di RSU.MUHAMMADIYAH, yang didapat dari data primer.

3.2          Lokasi dan waktu Penelitian
3.2.1       Lokasi Penelitian
Penelitian di laksanakan di Rumah Sakit Muhammadiyah, adanya permasalahan yaitu disetiap tahunnya wanita tidak terlepas dari resiko perdarahan postpartum. Di tempat tersebut memberikan kesempatan kepada peneliti sehingga memudahkan dalam pengambilan data dari ruangan bersalin, memiliki referensi, memiliki jumlah populasi yang cukup untuk dijadikan sampel, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian. Dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama.
3.2.2    Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober s/d 2 November Tahun 2013.
3.3          Populasi Dan Sampel
3.3.1       Populasi
Populasi adalah seluruh subjek (manusia, hewan, tumbuhan) yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data wanita yang menglami perdarahan postpartun di Rumah Sakit Muhammadiyah tahun 2012 yang tercatat di ruang bersalin Rumah Sakit Muhammadiyah.
3.3.2.      Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara tertentu (Notoadmojo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah semua data populasi yang mengalami perdarahan postpartumdi Rumah Muhammadiyah tahun 2012.
Teknik pengambilan sampel ini menggunakan teknik accidental sampling yaitu dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. populasi dijadikan sampel  (Notoadmodjo, 2010).
3.4        Definisi Operasional
             Definisi operasional yaitu mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2010).
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka definisi operasional yang dapat diambil adalah sebagai berikut;
Table 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Alat  Ukur, Hasil Ukur, dan Skala.
No
Variabel Penelitian
Defines Operasional
Alat Ukur
Skala
Ukur
Skala
1
Variable independen
Usia
Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang di hitung sejak di lahirkan.
Data sekunder
Skala Nominal
a.<20 thn
b.21-35 thn
c.>35 thn
2
Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan komplikasi lebih
Data Skunder/
Rekam medik
Skala Nominal
a. <7 anemia berat.
b. 7-8 anemia sedang.
c. 8-10 anemia ringan.
d. >11 tidak anemia.
3
paritas
Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
Data Skunder/
Rekam medik
Skala Nominal
a.primi
b.sekundi
c.multi
d.grandemulti
4
Variabel dependen Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta.
Data skunder rekam medic atau Kartu status
Skala ordinal


3.5 Etika Penelitian
            Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu meminta surat izin dari institusi yang ditujukan ketempat penelitian yaitu mengajukan permohonan kepada pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah ruang bersalin untuk melakukan study pendahuluan dan mendapatkan data untuk menyusun proposal.    
3.6  Pengumpulan Data
                        Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar tilik dengan mengacu kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka tentang factor-faktor penyebab perdarahan postpartum.
3.7  Pengolahan Data                                                          
                   Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :
3.7.1.    Editing
Pada proses editing ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap daftar tilik yang bertujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang akan diteliti.
3.7.2.      Coding                                                                                                
Setelah dilakukan pengeditan pada daftar tilik, selanjutnya peneliti melakukan pengkodean, misalnya nama responden dijadikan nomor responden 01, 02, 03,.... 16 (Hidayat, 2010).                                         

3.7.3.      Tabulating   
Untuk mempermudah analisis data serta mengambil kesimpulan, data dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan dihitung persentasenya  untuk setiap  variabel yang diteliti (Hidayat, 2010).
3.7.4.      Analisys (Analisa)
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. (Notoadmojo, 2010).
3.8  Penyajian Data
                        Hasil pengolahan data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar