BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Perdarahan Post Partum
2.1.1 Definisi
Perdarahan post partum adalah
perdarahan yang terjadi segera setelah persalinan melebihi 500 cc setelah anak
lahir.Perdarahan dapat terjadi sebelum atau sesedah lahirnya plasenta.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas
dua bagian :
a) Perdarahan post partum primer adalah
perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan.
b) Perdarahan post partum sekunder
adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama setelah persalinan.
2.2 Penyebab
Perdarahan Post Partum
2.2.1 Atonia Uteri
A. Defenisi
Atonia uteri adalah suatu keadaan
dimana lemahnya kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak dapat
menghentikan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir.
B. Faktor predisposisinya:
a.
Regangan rahim berlebihan yang
diakibatkan kehamilan gemeli, polihidramnion, atau bayi terlalu besar.
b. Kehamilan grande multipara
c.
Kelelahan persalinan lama
d. Ibu dengan anemis atau menderita
penyakit menahun
e.
Infeksi intra uterin
f.
Mioma uteri
g. Ada riwayat atonia uteri
C. Diagnosis
Setelah bayi dan plasenta lahir,
ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka pada
saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan
dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
D. Penatalaksanaaan
a) Pemijatan uterus
b) Oksitosin dapat diberikan
c) Antisipasi dini akan kebutuhan darah
dan transfusi sesuai kebutuhan, jika perdarahan terus berlangsung, memastikan
plasenta lahir lengkap, jika terdapat tanda-tanda sisa plasenta, sisa plasenta
tersebut dikeluarkan, uji pembekuan darah sederhana.
d) Kegagalan terbentuknya pembekuan
darah setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah
menunjukan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus berlangsung kompresi
bimanual internal atau kompresi aorta abdominalis.
e) Jika perdarahan masih berlangsung
setelah dilakukan kompresi, ligasi arteri uterina dan ovarika, histerektomi
jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa.
2.2.2 Inversio uteri
A. Defenisi
Inversio
uteri merupakan suatu keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun
dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai
komplit.
B. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang memungkinkan
dapat terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan
adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya disebabkan karena
plasenta akreta, inkreta, dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari
bawah atau karena adanya tekanan pada fundus uteri dari atas (manuever Crede)
atau tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras dan
bersin).
Inversio uteri dapat dibagi :
a.
Fundus uteri menonjol kedalam kavum
uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
b. Korpus uteri yang terbalik sudah
masuk kedalam vagina.
c.
Uterus dengan vagina semuanya
terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
C. Diagnosis
a.
Dijumpai pada kala III atau
postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan banyak bisa juga terjadi
syok, apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang telepas
dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
b.
Pada pemeriksaan dalam Bila masih
dalam inkomplit, maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke
dalam, bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak, kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
D. Penatalaksanaan
a.
Memanggil bantuan anestesi dan
memasang infus untuk cairan/darah pengganti dan pemberian obat.
b.
Beberapa senter memberikan
tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik sebelum dilakukan
reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan
terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi
normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.
c.
Di dalam uterus plasenta dilepaskan
secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan
uterotonika lewat infus atau I.M tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi
uterus kembali normal dan tanagan operator baru dilepaskan.
d.
Pemberian antibiotika dan transfusi
darah sesuai dengan kebutuhan.
e.
Intervensi bedah dilakukan bila
karena jepitan servika yang keras menyebabkan manuver di atas tidak bisa
dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk mereposisi, dan apabila terpaksa
dilakukan histerektomi jika uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis.
2.2.3 Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam
uterus setengah jam setelah anak lahir disebut sebagai retensio plasenta.
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bisa
disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai
plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer,
disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium dan
disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium.
Terjadinya plasenta akreta adalah
plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal di uterus disebut rest
placenta dan dapat menimbulkan perdarahan post partum primer dan (lebih
sering) sekunder. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/separasi
plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau
plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan
Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio
plasenta selama plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan
perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segeran
melakukan placenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala
uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau
menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan
plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
ontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu,
harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret
dan pemberian uterotonika. Anaemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat
diberi transfusi darah sesuai dengan keperluannya.
2.3 Perdarahan akibat trauma jalan lahir
2.3.1 Ruptura uteri
Gejala klinik seperti ada terputus diikuti
syok perdarahan intra abdominal, janin atau plasenta terlempar ke kavum
abdominalis, terjadi asfiksi, segera diikuti dengan kematian. Terapinya adalah
mempersiapkan infus transfusi darah, antibiotika adekuat dan anti peritika,
laparotomi setelah keadaan umum optimal, tujuannya histerektomi dan meneluarkan
janin dan plasenta, histerorafi untuk luka bersih atau baru dan masih ingin
punya anak.
2.3.2 Ruptura serviks
Gejala klinik kontraksi uterus baik,
tetapi perdarahan terus – menerus, darah segar dan merah, perlukaan dapat
diraba dengan 2 jari untuk menetukan letak rupturnya. Terapinya adalah ruptura
serviks ditarik keluar sehingga tampak jelas, ruptura serviks dijahit kembali
tanpa melibatkan endoserviks, untuk memastikan kesembuhan dan menghentikan
perdarahan dapat dipasang tampon vaginal selama 24 jam.
2.3.3 Hematoma
Terjadi hematoma pada
retroperitoneal, menuju parametrium, menuju ligamentum latum, sekitar vesika
urinaria, vagina, vulva, dan perineum. Diagnosisnya adalah nyeri yang semakin
meningkat sekitar segmen perut bagian bawah, keadaan umum makin memburuk atau
menurun, anemis, nadi meningkat, tensi turun, tetapi perdarahan pervaginam
tidak terlalu banyak. Terapinya adalah pada hematoma kearah bagian dalam
sekitar parametrium, retroperineal, perlu dilakukan laparotomi, untuk mencari
dan menghentikan sumber perdarahan, hematoma sekitar vagina, vulva, dan
perineum perlu dilakukan evaluasi untuk mencari sumber dan menghentika
perdarahannya, hematoma kecil pada vulva mungkin dapat diabsorbsi.
2.3.4 Perlukaan vagina, vulva dan perineum
Evaluasi sumber perdarahannya
dilakukan dengan pemeriksaan fisik dean inspekulo, dengan spekulum jelas tampak
sumber luka dan perdarahannya. Terapinya adalah sumber perlukaan dijahit
kembali sehingga dapat menghentika perdarahan, menghindari infeksi,
mengembalikan fungsinya sebagai alat reproduksi.
2.3.5 Episiotomi
Perlukaan perineum yang sengaja
dilakukan untuk memperluas jalan lahir lunak, dapat terjadi perluasan luka yang
lebih dalam, menjadi sumber perdarahan dan infeksi. Terapinya adalah luka
episiotomi harus dijahit kembali untuk mengembalikan fungsi alat reproduksi dan
menghilangkan sumber perdarahannya, mengurangi sebanyak mungkin infeksi.
2.3.6 Trauma lain
Ruptura vesika urinaria, diagnosanya
nyeri diatas simfisis, urine berdarah, simfisiolisis diagnosanya nyeri pada
persendian simfisis pubis. Terapinya simfisolisis konservatif dengan jalan
mengikat bokong sekuatnya sehingga simfisis mendekat dan akan sembuh sendiri.
Profilaksis untuk kehamilan selanjutnya harus operasi.
2.3.7 Perdarahan karena gangguan pembekuan darah
Hal ini dicurigai apabila penyebab
yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal
yang sama pada persalinan sebelumnya.Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan
setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma
pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan
lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan
terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan
tes protrombin dan PPT (partial tromboplastin time). Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan,
eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit,
fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic
acid).
2.4 Komplikasi
a.
Syok hipovolemik
b.
Mudah terjadi komplikasi infeksi
terutama akibat perdarahan yang berasal dari trauma jalan lahir.
c.
Sindroma Sheehan:
1) Terjadi atropi dan nekrosis dari master
of gland, kelenjar hipofisis dengan berbagai tingkatannya.
2) Gambaran gejala penuh digambarkan
pertama kali oleh Sheehan dan Murdoch 1938, yaitu amenorea, gagal memberikan
laktasi karena payudara atropi, hilangnya bulu sebagai tanda seksual sekunder
pada pubis, ketiak, gangguan kelenjar lainnya seperti hipotiroidisme,
insufisiensi kelenjar adrenal.
3) Patogenesisnya tidak diketahui
dengan pasti, tetapi terjadi gangguan dalam sekresi hormon tropik pada kelenjar
sehingga mengalami gangguan.
4) Gangguan klinik sesuai dengan fungsi
hormonalnya.
Sindroma Sheehan dapat terjadi pada
perdarahan antepartum dan postpartum, Whitehead (1963) menemukan terjadi atropi
dan nekrosis sel tertentu pada master of gland Hipophise sehingga
pengeluaran hormon tropik terganggu. Anemia berkepanjangan terjadi gangguan
untuk dapat pulih kembali, memerluka waktu yang panjang.
2.4.1 Pencegahan
a.
Persiapan sebelum hamil untuk
memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan
lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam
keadaan optimal.
b.
Mengenal faktor predisposisi
perdarahan post partum seperti multiparitas, anak besar, hamil kembar,
hidroamnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan post partum sebelumnya dan
kehamilan predisposisi tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat
persalinan.
c.
Persalinan harus selesai dalam waktu
24 jam.
d.
Kehamilan risiko tinggi agar
melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
e.
Kehamilan risiko rendah agar
melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.
f.
Menguasai langkah-langkah
pertolongan pertama menghadapi perdarahan post partum dan mengadakan rujukan
sebagaimana mestinya.
2.5 Faktor
Predisposisi Perdarahan Postpartum
Faktor yang mempengaruhi perdarahan
post partum adalah :
1. Usia
Wanita yang melahirkan anak pada
usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan
post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan
pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal.
2. Paritas
Salah satu penyebab perdarahan post
partum adalah multiparitas.Paritas menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang
telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan.Primipara adalah seorang
yang telah pernah melahirkan satu kali satu janin atau lebih yang telah
mencapai batas viabilitas, oleh karena itu berakhirnya setiap kehamilan
melewati tahap abortus memberikan paritas pada ibu.Seorang multipara adalah
seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau lebih kehamilan hingga
viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapai
viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besar jika
wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin kembar, atau janin kembar
lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir mati.Uterus yang telah
melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan.
3. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan
anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam
darah dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan,
persalinan, dan nifas. Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan
otot-otot uterus tidak berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia
uteri yang mengakibatkan perdarahan post partum.
4. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan di masa lampau
sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila
riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya
komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini
dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio
caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami
perdarahan ante partum dan post partum.
5. Bayi makrosomia
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya
lebih dari 4000 gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat
menimbulkan dytosia kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang
ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu.
Karena regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan
inertia dan kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.
6. Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dapat menyebabkan
uterus terlalu meregang, dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus
atonik atau perdarahan yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan
uterus berkontraksi dengan baik.
2.6 Kerangka Kerja
Kecil kemungkinan untuk mengetahui
riwayat persalinan ibu secara rinci, sedangkan bayi makrosomia dan kehamilan
ganda dinilai sedikit jumlahnya, disamping itu juga terdapat keterbatasan waktu
penelitian, sehingga diperoleh kerangka konsep sebagai berikut :
INPUT PROSES OUTPUT
Faktor
1.Usia
2.Anemia
3.Paritas
|
Kerangka Kerja Faktor Penyebab Perdarahan Post Partum di RSU.Muhammadiyah Sumatra Utara Tahun 2013.
Dari kerangka konsep diatas dapat
dilihat bahwa objek yang di teliti adalah factor-faktor penyebab perdarahan
post partum yang meliputi usia,paritas dan anemia di RSU.Muhammadiyah Sumatra
Utara tahun 2013.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain
deskriptif yaitu untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang
terjadi didalam populasi tertentu. (Notoadmojo, 2010). Penelitian ini hanya menjelaskan atau menguraikan tentang Faktor-Faktor Penyebab Perdarahan Postpartum Di
RSU.MUHAMMADIYAH, yang didapat dari data primer.
3.2 Lokasi
dan waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian di laksanakan di Rumah
Sakit Muhammadiyah, adanya permasalahan yaitu disetiap tahunnya wanita tidak
terlepas dari resiko perdarahan postpartum. Di tempat tersebut memberikan
kesempatan kepada peneliti sehingga memudahkan dalam pengambilan data dari
ruangan bersalin, memiliki referensi, memiliki jumlah populasi yang cukup untuk
dijadikan sampel, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian.
Dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian dengan judul yang sama.
3.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada
tanggal 22 Oktober s/d 2 November Tahun 2013.
3.3 Populasi
Dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh subjek
(manusia, hewan, tumbuhan) yang sesuai dengan karakteristik yang telah
ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua data wanita yang menglami perdarahan postpartun di Rumah Sakit
Muhammadiyah tahun 2012 yang tercatat di ruang bersalin Rumah Sakit
Muhammadiyah.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil
dari populasi dengan menggunakan cara tertentu (Notoadmojo, 2010).
Sampel dalam penelitian ini adalah
semua data populasi yang mengalami perdarahan postpartumdi Rumah Muhammadiyah
tahun 2012.
Teknik pengambilan sampel ini
menggunakan teknik accidental sampling
yaitu dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. populasi dijadikan
sampel (Notoadmodjo, 2010).
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional yaitu
mendefinisikan variable secara operasional berdasarkan karakteristik yang
diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2010).
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka definisi operasional yang
dapat diambil adalah sebagai berikut;
Table 3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional,
Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala.
No
|
Variabel Penelitian
|
Defines Operasional
|
Alat Ukur
|
Skala
Ukur
|
Skala
|
1
|
Variable independen
Usia
|
Umur adalah lamanya hidup dalam
tahun yang di hitung sejak di lahirkan.
|
Data sekunder
|
Skala
Nominal
|
a.<20 thn
b.21-35 thn
c.>35 thn
|
2
|
Anemia
|
Anemia adalah suatu keadaan yang
ditandai dengan penurunan nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan
anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam
darah dapat menyebabkan komplikasi lebih
|
Data Skunder/
Rekam medik
|
Skala Nominal
|
a. <7
anemia berat.
b. 7-8
anemia sedang.
c. 8-10
anemia ringan.
d. >11 tidak anemia.
|
3
|
paritas
|
Paritas
menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas
dan telah dilahirkan. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan
yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan.
|
Data Skunder/
Rekam medik
|
Skala Nominal
|
a.primi
b.sekundi
c.multi
d.grandemulti
|
4
|
Variabel dependen Perdarahan
Postpartum
|
Perdarahan postpartum adalah
perdarahan atau hilangnya darah sebanyak lebih dari 500cc yang terjadi
setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau sesudah kelahiran plasenta.
|
Data skunder rekam medic atau
Kartu status
|
Skala ordinal
|
3.5 Etika Penelitian
Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu meminta surat izin dari
institusi yang ditujukan ketempat penelitian yaitu mengajukan permohonan kepada
pimpinan Rumah Sakit Muhammadiyah ruang bersalin untuk melakukan study
pendahuluan dan mendapatkan data untuk menyusun proposal.
3.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan daftar tilik dengan mengacu kepada kerangka
konsep dan tinjauan pustaka tentang factor-faktor penyebab perdarahan
postpartum.
3.7 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan
cara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :
3.7.1. Editing
Pada proses
editing ini, peneliti melakukan pengecekan terhadap daftar tilik yang bertujuan
agar data yang masuk dapat diolah secara benar sehingga pengolahan data dapat
memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang akan diteliti.
3.7.2. Coding
Setelah
dilakukan pengeditan pada daftar tilik, selanjutnya peneliti melakukan
pengkodean, misalnya nama responden dijadikan nomor responden 01, 02, 03,....
16 (Hidayat, 2010).
3.7.3. Tabulating
Untuk mempermudah analisis data serta mengambil
kesimpulan, data dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan
dihitung persentasenya untuk setiap variabel yang diteliti (Hidayat, 2010).
3.7.4. Analisys (Analisa)
Analisa data dilakukan secara
deskriptif dengan melihat persentase data terkumpul dan disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. (Notoadmojo, 2010).
3.8
Penyajian Data
Hasil pengolahan data
akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar